Oleh: Faris Hi Abdulbar
Kepala BP3D Kabupaten Halmahera Barat
_______
Tantangan Fiskal
Halmahera Barat berada dalam momentum penting untuk mewujudkan visi sebagai Daerah Agrobisnis 2029, namun menghadapi tekanan berupa minimnya Transfer Keuangan Daerah (TKD). Laporan Indonesia Public Expenditure Review dari World Bank (2022) menunjukkan bahwa stagnasi DAU dan DAK berdampak signifikan pada kapasitas fiskal daerah.
Hal ini sejalan dengan analisis Bahl dan Martinez-Vazquez (2020) yang menegaskan bahwa daerah dengan ketergantungan tinggi pada transfer pusat akan rentan terhadap perubahan kebijakan fiskal nasional. Data Kementerian Keuangan (2023) juga mengonfirmasi tren stagnasi TKD dalam tiga tahun terakhir, sehingga pemerintah daerah perlu mengadopsi strategi pembangunan yang lebih inovatif dan efisien.
Peluang Sektor Agrobisnis
Di tengah tekanan fiskal, sektor agrobisnis memberikan peluang strategis bagi Halmahera Barat. FAO (2021) mengemukakan bahwa rantai nilai pertanian yang terintegrasi dapat meningkatkan pendapatan petani hingga 40%. Reardon et al. (2019) dalam kajian agrifood value chains menjelaskan bahwa daerah dengan sistem agro yang terorganisasi baik mampu meningkatkan daya saing lokal tanpa ketergantungan besar pada fiskal publik.
Sementara itu, ADB (2020) menekankan bahwa komoditas tropis seperti pala, cengkeh, dan kelapa sangat berpotensi menjadi motor pertumbuhan daerah bila didukung investasi pascapanen dan pengolahan.
Transformasi menuju Daerah Agrobisnis 2029 perlu menerapkan pembangunan berbasis kawasan. Konsep klaster Porter (1998) menunjukkan bahwa konsentrasi ekonomi berbasis komoditas unggulan meningkatkan efisiensi produksi dan distribusi. Richardson (2017) juga menegaskan bahwa pendekatan kewilayahan mampu mengurangi pemborosan anggaran dan memaksimalkan konektivitas antar wilayah.
Bappenas (2022) menemukan bahwa pengembangan wilayah berbasis klaster dapat meningkatkan efisiensi belanja publik hingga 18%, sehingga Jailolo, Sahu, Ibu, dan Loloda dapat diarahkan pada komoditas unggulan masing-masing secara terfokus.
Minimnya TKD tidak boleh membatasi inovasi. OECD (2020) menunjukkan bahwa blended finance pada sektor pertanian mampu mempercepat pembangunan hingga 25% dibandingkan skema pembiayaan konvensional. IFC (2021) menegaskan bahwa kemitraan sektor swasta, CSR, dan pembiayaan hijau merupakan instrumen yang efektif untuk menutup kesenjangan pembiayaan daerah.
UNDP (2023) juga menyatakan bahwa inovasi pembiayaan lokal dapat memperluas ruang fiskal tanpa membebani APBD, terutama pada sektor agro yang padat peluang investasi.
Pemanfaatan smart farming dan teknologi digital merupakan pengungkit utama dalam meningkatkan produktivitas agrobisnis. Liakos et al. (2018) menunjukkan bahwa teknologi presisi dapat meningkatkan produktivitas pertanian hingga 25%. FAO (2020) juga melaporkan bahwa transformasi digital di sektor agro menurunkan biaya logistik dan meningkatkan akses pasar petani kecil. Sementara itu, Zhang & Kovacs (2022) menekankan pentingnya sistem data komoditas untuk memperkuat posisi tawar petani dalam rantai pasok.
Kelembagaan petani seperti koperasi modern dan badan usaha milik petani adalah faktor kunci dalam keberlanjutan pembangunan agrobisnis. Bijman (2016) menegaskan bahwa koperasi mampu meningkatkan posisi tawar petani dalam rantai nilai. IFAD (2021) mencatat bahwa penguatan kelembagaan lokal berdampak signifikan pada peningkatan pendapatan rumah tangga petani. Dorward et al. (2020) juga menekankan bahwa pemerintah perlu berperan sebagai fasilitator aktif untuk membangun institusi pertanian yang inklusif dan profesional.
Dengan strategi yang tepat, Halmahera Barat memiliki peluang besar untuk mencapai visi Agrobisnis 2029, meskipun dihadapkan pada keterbatasan fiskal. Rodrik (2014) menegaskan bahwa daerah yang berfokus pada transformasi struktural akan lebih tangguh dalam menghadapi gejolak fiskal. UNESCAP (2022) juga menekankan pentingnya inovasi kebijakan lokal untuk memperkuat ketahanan ekonomi daerah. Dengan mengoptimalkan kekuatan sektor agro dan memperkuat kelembagaan, Halmahera Barat dapat menjadikan keterbatasan TKD sebagai momentum transformasi pembangunan yang kreatif dan berdaya saing tinggi. (*)






Tinggalkan Balasan